Wednesday, November 28, 2007

Rancabuaya... 24 - 25 Nov 2007

Rancabuaya... mantap. 23 motor tanpa dukungan kru darat. Berangkat dari Bandung, kumpul di Antapani jam 06.00. Biasa, setelah urusan bensin (antri... kayak bebek) dan pembagian ransum. Rombongan berangkat melalui Jalan Soekarno Hatta, Cibaduyut, Soreang, Ciwidey. Sampai di Ciwidey, motor Loncin Didi mejus.. (mogok) pengencang rantai keteng jebol. Setelah istirahat 30' menit sambil menunggu perbaikan, rombongan sirkus jalan lagi masuk melalui Rancabolang. Di jalan menuju perkebunan, kembali ada masalah dengan motor Wawan BB (bandar beras), Anus (Ndeso). Karburatornya ternyata juga menyimpan sedimen... lumpur. Akhirnya mampet. Setelah proses pembersihan sedimen tak punya nilai uang ini, lanjut... baru berjalan sekitar 2 km, ketemu rombongan tengah, yang sedang membuka ransum sambil ngoprek bekas motor (bukan motor bekas) XL yang kuncinya rusak, korslet. Motor si Anus belum beres juga, masih hidup mati. Anehnya, kalau dia berdiri, motor nya lancar, tapi pada saat duduk, motor mberebet... Setelah di cek... ternyata kabel di bawah jok korslet... dasar ODONG - ODONG.


Setelah semua beres, perjalanan dilanjut sambil mengejar kelompok depan. Ngga lama ketemu juga. Ternyata sama, mereka juga sambil menunggu buka ransum, makan siang.

Masuk jalan batu menuju LONDOK.. lumayan buat yang kaki-kaki motor sudah di modifikasi. Bisa geber, sementara kaki motor standaran apa boleh buat... USAHA....

Sampai di LONDOK sekitar jam 14.00. Setelah isi bensin dan istirahat, perjalanan dilanjutkan offroad melalui Hutan Gunung Patuha menuju Cihalimun. Jalur yang dua hari tidak terkena hujan masih cukup basah. Nge rel dan licin.... lumayan lah buat latihan jatuh....

Keluar Cihalimun pertama si Haseum... setelah jatuh bangun 5 kali... biasa gegeberan, diikuti Virgin, Sony, Dogel, dan seterusnya. Karena pengen di foto, Sony akhirnya di foto dalam posisi ban motor berada di atas, jatuh masuk ke selokan karena angin palsu....

Setelah semuanya berkumpul.... perjalanan dilanjutkan ke arah Rancabuaya melalui jalur kiri. Lumayan ada olah raganya... turun ke sungai berbatu, terus naik belak-belok. Korban pertama adalah motor Leader, si Andi "Ucu" yang jatuh sekitar 6 - 7 meter ke jurang / sawah. Berikutnya Wawan Beas.

Keluar dari hutan masuk ke jalan besar antara Rancabuaya dengan Cijayanti sekitar jam 18.00. Virgin dan Didi menghilang, karena melalui jalur lama yang lebih panjang. Akhirnya diputuskan untuk menginap di Cijayanti, agar proses kembali ke Bandung menjadi lebih dekat.

Tanggal 25, perjalanan pulang dilakukan dari Cijayanti, Cidaun, Naringgul, belok kanan, ke arah Ciwidey. Sebelum pulang, rombongan sempat foto-foto sebentar di pantai Cijayanti. Motor si Kapten hampir terbenam gara-gara pengen gaya waktu di foto. Tiba-tiba ombak besar datang dan menenggelamkan motor sampai setinggi jok. Setelah menguras air laut dari mesin dan mengganti oli, perjalanan pulang dilanjutkan dan rombongan tiba di Bandung sekitar pukul 15.30 setelah sempat makan siang di Ciwidey.

Catatan Perjalanan : Cijayanti menyediakan fasilitas penginapan dengan harga antara Rp. 100.000 sampai Rp. 150.000,- per malam. Makan malam relatif sulit ditemukan. Ada tapi pada suasana dan kondisi yang tidak nyaman. Satu-satunya jenis ikan yang tersedia hanya ikan layur.

Monday, September 24, 2007

KBU... Jakarta Ribut, Bandung Masa Bodo, Kabupaten Bandung tidak peduli

Di saat di Kompas ribut-ribut mengenai kerusakan di KBU (Kawasan Bandung Utara), mungkin orang Bandung sendiri khususnya Pemkot Bandung berpikir.... "GITU SAJA KOQ RIBUT". Seberapa jauh masyakat Bandung peduli dengan kerusakan daerah tempat tinggal mereka sendiri.

Pada saat pindah ke kota Bandung tahun 1985, Bandung masih merupakan "kota kembang". Artinya, udaranya masih nyaman, bahkan, setiap pagi pada saat berjalan kaki ke sekolah melewati kampus ITB, di dalam lingkungan ITB masih berkabut. Udara masih dingin. Tidak lama, pada tahun 1988, kebetulan tempat kuliah terletak di Dago Atas, setiap jadwal kuliah kam 7, mahasiswa yang hadir sebelum jam 7 biasanya menyempatkan diri untuk berjemur, moyan, kata dalam bahasa Sunda, untuk menghangatkan diri.

Akhir tahun 1999, daerah yang dingin di kota Bandung sudah mulai bergeser. Sudah harus lebih tinggi, khususnya di daerah Dago Pakar, Setiabudhi ke arah Lembang. Artinya suhu udara rata-rata sudah mulai meningkat. Kenapa?

Ternyata, sederhana. Ada beberapa sebab yang meningkatkan suhu udara di kota Bandung. Yang pertama adalah meningkatnya kondisi perekonomian yang ditunjukkan dengan meningkatnya pembangunan fisik baik yang digunakan untuk kepentingan perdagangan, umum maupun meningkatnya jumlah perumahan. Akibatnya adalah berkurangnya jumlah lahan tutupan hutan maupun lahan hijau di kota Bandung.

Meningkatnya jumlah penduduk kota Bandung pada akhirnya menggeser posisi perumahan ke wilayah tetangga, yaitu wilayah Kabupaten Bandung, termasuk dengan meningkatnya pembangunan perumahan di kawasan Bandung Selatan dan Bandung Utara.

Peningkatan ini kemudian tidak didukung oleh masalah kedua yaitu pengawasan yang memadai. Kondisi KBU yang sebagian besar berada di kawasan Kabupaten Bandung, dengan ibukota kabupaten adalah Soreang merupakan daerah "merdeka", atau dengan kata lain bebas dari pengawasan. Hal ini disebabkan posisi Kabupaten Bandung yang berada di sekeliling kota Bandung. Posisi ibukota kota Bandung sendiri berada di daerah Selatan Tatar Bandung, dengan kata lain, setiap mau berurusan dengan wilayah KBU, pejabat kabupaten harus melalui kota Bandung untuk mencapai wilayah tersebut, demikian pula sebaliknya.

Pembangunan di Kawasan Bandung Utara (KBU) terjadi dengan pembangunan perumahan yang dilakukan secara besar-besaran diantaranya adalah "The Untouchables" Resort Dago Pakar, Kawasan Bukit Pakar Timur, Setiabudi Regency dan Punclut. Resort Dago Pakar dibangun dengan mengorbankan ratusan ribu pohon serta beberapa desa dan ratusan pemukiman penduduk. Yang sekarang diributkan kemudian adalah Punclut.

Lantas, bagaimana dengan yang lain? Salah satu perumahan di Kawasan Bukit Pakar Timur contohnya, pengembang sendiri tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pembatasan bangunan. Akhirnya bangunan yang seharusnya dibangun dengan persentase 30% dari luas tanah malah berkembang menjadi sebaliknya, luas bangunan 70%, sementara halaman hanya 30%.

Kemudian banyaknya lahan yang digunakan untuk perladangan. Pembukaan areal semak belukar menjadi ladang serta pemanfaatan tanah milik menjadi ladang atau kebun juga berpengaruh dalam menciptakan kondisi kerusakan di KBU itu sendiri.

Intinya... besar atau kecil, developer ataupun masyarakat ikut menciptakan kondisi kerusakan di KBU. Pendekatan struktural dan hukum serta pelaksanaan pengawasan harus ditegakkan. Akan tetapi mungkin? Tidak. Sebabnya, ada beberapa teori yang mendukung ketidakmampuan pejabat untuk melakukan penegakan hukum di KBU, diantaranya adalah:
Pertama, pemerintah Kabupaten Bandung tidak memiliki SDM yang memadai untuk melakukan pengawasan terhadap pembangunan di KBU,
Kedua, pemerintah Kabupaten Bandung tidak memiliki skema penataan ruang wilayah khususnya Kawasan Bandung Utara,
Ketiga, "backing" yang berada di Kawasan Resort Dago Pakar, yang diberi discount besar-besaran oleh Pengembang Resort Dago Pakar. Tidak hanya pejabat pemerintah Kabupaten, akan tetapi juga Pejabat Pemerintah Propinsi termasuk Aparat, bahkan beberapa pejabat di Jakarta.
Keempat, hubungan antara Istana Group dengan pemerintah kota Bandung serta dengan pemerintah Propinsi yang menguntungkan pihak pengembangan Setiabudhi Regency.

Punclut... wah, yang pasti sudah berdiri sebuah Internasional School.

Intinya, kalau pun terjadi sebuah kehancuran ekologis pada lingkungan Bandung, hal ini bukan saja disebabkan oleh developer, tetapi juga oleh masyarakat.

Gas Pol Asshole

Buka puasa bersama.... sama yang puasa dan juga yang tidak puasa. Pokoknya offroad ringan, terus buka. Tempat buka sudah diputuskan di tempat si Hantu Laut... Iwan, pemilik Soerabi Enhaii.

Setelah nunggu di warung Nur dari jam 3 sore, mulai para penjahat berdatangan. Ada Lulu "Peujit", Didi "Stones", Anus "Ndeso", Ari "Bungsu" dan si Igor. Tadinya masih nunggu Kapten dan Yana "Bajing", tapi ternyata dua-duanya "PEHUL" PEOT HULU.


Jam menunjukkan jam 4 sore, dan jalan. Rute yang dipilih adalah Warung Nur, naik ke arah Pasir Pogor, kiri, masuk ke Batu Nyusun, Pakar, Tahura, simpang Warung Daweung, Batu Loceng, Cibodas, Maribaya, Lembang, Jl. Setiabudhi.

Awalnya sih nyantai... tapi pas sampe ke Pakar, ketemu rombongan Marmott. Kondisi trek yang berdebu akhirnya membuat pilihan mau di depan, atau makan debu di belakang. Punten.... akhirnya, mendingan nyalib... paling depan saja, posisi paling enak.


Eh... si Stones tidak mau ketinggalan. Malah nyolok-nyolok dari belakang. Untung motor yang dipake lagi ngeberebet, jadi tidak bisa nyalib. Makan tuh debu. Jadinya ya itu tadi "gas pol asshole". Yang lain.... semakin ketinggalan.


Keluar di Batu Loceng, Cibodas jam 5 sore. Cuma 1 jam offroad. Setelah haha hihi sebentar, langsung ke si Iwan Surabi. Makan malam dan pulang. Rencana minggu depan offroad lagi dan buka puasa di Agus Palintang.

Wednesday, September 12, 2007

Catatan TRABAS MERDEKA V










Trabas Merdeka V, dengan rute Bandung - Kawali - Pangandaran pada tanggal 10, 11 Agustus 2007 yang lalu sudah selesai dilaksanakan. Terlepas dari adanya beberapa kelemahan dalam pelaksanaan, hampir semua peserta dan panitia merasa puas. Sambutan masyarakat di dalam perjalanan, relatif baik. Perijinan maupun jadwal pelaksanaan yang boleh dikatakan sesuai pada akhirnya terbayar sudah.... everything on track....







Jumlah peserta yang mencapai angka 362 orang yang berasal dari Bandung dan Jawa Barat, Bali, Jawa Tengah, Jawa Taimur, Lampung dan Kalimantan Selatan merupakan angka peserta terbanyak dari sejak event Trabas Merdeka dilakukan 5 (lima) tahun yang lalu.








Tapi tetap aja ada yang kurang, yang mungkin harus diperbaiki pada hubungan antara pelaksana kegiatan dengan sponsor, pengambilan keputusan serta persiapan, yang memang dirasa kurang panjang.








Jalur yang sangat menantang, yang menyajikan Speed Offroad, Adventure, melalui kawasan Country Road, Hutan perawan serta ladang menjadikan jalur yang disajikan sangat-sangat komplit. Akan tetapi muncul catatan panjang dari sebuah kenikmatan offroad itu sendiri. Apa... Ya itu... banyaknya peserta yang celaka. Kecelakaan dari jatuh dan sobek merupakan sebuah kecelakaan yang biasa, jumlah yang mengalami pun cukup banyak. Kecelakaan yang sifatnya parah ada beberapa kejadian diantaranya adalah dislokasi bahu seperti yang dialami oleh Haji Denny (Bandung) dan Monty (Bali/Australia).








Bagaimana dengan kecelakaan terberat? Kecelakaan terberat terjadi dan menimpa Bapak Adang peserta yang berasal dari Bandung. Sepatu Thor yang dikenakan ditembus oleh tuas persneling yang terdapat di bawah blok mesin. Akhirnya..... kaki tembus... butuh puluhan jahitan

Thursday, August 2, 2007

Catatan Bhayangkara Brantas Adventure Offroad

Event yang cukup menarik. Mengingat teman-teman Branta's akan ikut membantu pada pelaksanaan TRABAS MERDEKA 5, maka Trabas mengirimkan utusan 5 orang untuk mengikuti Bhayangkara Brantas Adventure Offroad tanggal 28 Juli kemarin. Anton (Ketua Harian), Denny Ceuyah (Ka. Bid), Wawan BB (Bandar "Beas" Beras), Daru dan saya. Kami berangkat dari sekretariat jam 21 malam dengan menggunakan 2 mobil. Setelah makan di Saung Asep Strawberry di daerah Nagreg, perjalanan dilanjutkan dan tiba di Villa yang telah disediakan oleh teman-teman Brantas, di daerah Ciilat.


Setelah istirahat dan sarapan, maka kami pun pada jam 8.00 pagi melanjutkan perjalanan ke Banjar untuk mengikuti start dari Polres Banjar. Start yang diperkirakan jam 9 pagi, ternyata terlambat, dan digeser ke jam 10. Karena masih ada waktu, saya nyari bengkel dulu buat benerin rem depan yang ngeplos. Terlambat start sekitar 1 jam 10 menit, karena kerusakan rem lumayan parah. Jam 11, saya dan Daru menyusul ke garis start. Setelah mendapat petunjuk arah, kami pun geber.... Gas pol.... mengejar peserta yang lain. Serasa dipestakan, jalur sudah keburu sepi, jadi bebas ngga macet. Setelah lebih kurang setengah jam ngebut, akhirnya ketemu dengan rombongan paling belakang, susul terus, sampai akhirnya ketemu dengan tim dari Trabas yang sedang istirahat makan siang.


Jalur lumayan, walaupun kering, tapi variasinya lumayan banyak. Ada rawa lumpur, bukit tanpa jalur turunan maupun tanjakan yang cukup menantang.


Kami pun finish bersamaan sekitar jam 14.30. Jalur relatif pendek, dihitung dengan menggunakan GPS, panjang jalur sekitar 34,2 km dengan average time moving sekitar 2 jam. Yang lama apanya... istirahatnya.


Monday, June 25, 2007

Jatiluhur TRACK and LOUD

Jatiluhur.. ini dia. Belum pernah soalnya... Setelah sibuk urusan kendaraan angkut dan siapa saja yang ikut, akhirnya Kape'U si Hijau Kuning berangkat dengan 12 orang peserta ditambah 3 orang Kru Darat serta menggunakan 4 mobil bak terbuka. Tim berangkat dari Bandung pukul 22.00 dan tiba di Purwakarta sekitar pukul 24.00. Istirahat sambil ngobrol, dibarengi dan panasnya udara Purwakarta. Akhirnya tidur pun susah. Walaupun malam itu hujan, hawa Purwakarta kelihatan tidak terlalu bersahabat dengan orang Bandung, panas.

Jam 5 subuh, kami bangun dan mulai beres-beres. Mandi, menurunkan motor, mengecek motor dan kemudian sekitar pukul 07.30 berangkat ke tempat start di kawasan Objek Wisata Jatiluhur. Setelah sekitar 20 menit perjalanan, rombongan kuning hijau tiba di Jatiluhur, mendaftar dan mengecek ulang motor. Ternyata jumlah peserta tidak terlalu banyak, diperkirakan hanya sekitar 400 peserta (itupun kalau datang dan start semua).

Setelah bersiap di garis start, kami pun start tidak bersamaan. Pada saat bersiap-siap, panitia kemudian memotong persis di tengah-tengah kelompok Kape'U. Akhirnya rencana semula yang ingin tetap berkelompok menjadi terpecah dua.

Perjalanan berlangsung mulus, hingga tanjakan pertama. Macet.... dibarengi dengan panasnya udara Purwakarta serta masih ditambah dengan asap dari knalpot motor 2 TAK. Tanjakan yang licin, yang sebelumnya memiliki jalur untuk satu motor beberapa saat setelah start dipastikan akan menyebabkan kemacetan. Dan benar saja, lumayan tertahan sekitar 20 menit di jalur. Selepas jalur tesebut, relatif perjalanan lancar. Jalur yang licin, ditambah dengan lumpur diselingi dengan tanjakan dan turunan yang masih pada taraf normal hingga pos I dapat dilalui dengan lancar.

Hingga Pos Emergency, sebelum POS I, kelompok Kape'U sudah terpencar menjadi beberapa kelompok. Cahyadi tidak kelihatan, karena ternyata sibuk mengejar-ngejar LEADER. Daru, Anus dan Didi juga mengikuti sedikit di belakang Cahyadi. Kedel mendapat musibah, dari mulai rantai lepas hingga busi yang tertutup solasi. Ilo mejus.... belum sampai Pos I sudah megap-megap, kepanasan. Setelah semuanya kumpul, gas lagi.. Kolonel duluan, diikuti oleh Kedel, Ari, Igor. Aku masih menunggu Ilo dan Eko, maklum ya itu tadi... sudah megap-megap.

Setelah keduanya muncul dan istirahat sejenak, kami pun menyusul teman-teman yang sudah jalan duluan di depan. Setelah melalui jalan desa yang cukup lumayan enak untuk nge "gas" kami pun kembali diharapkan pada trek offroad yang basah dengan tanah lempung. Motor Honda XL Kedel, mogok lagi pada saat memasuki jalan setapak yang digenangi air. Setelah didorong oleh Igor, motor nyala, kami pun mencoba menyusul Eko dan Ilo yang sudah didepan.

Kesusul... pasti.. tidak jauh dari tempat Kedel mogok, jalur menanjak yang berlumpur lengket. Ilo kayaknya salah ngambil jalur, ha..ha..ha Nyungsep. Udah panas, cape, nyungsep... di lumpur.

Igor sudah diatas, Ari sedang berjuang, Eko dan Kedel menunggu sebagai Sweeper. Aku lewat tanpa hambatan, dan ngacir... langsung ke depan. Setelah melalui sungai yang berlumpur yang harus dibantu oleh warga, serta beberapa tanjakan dan turunan yang cukup lumayan, termasuk POS I, aku ketemu dengan Kolonel. Lagi buka baju, kepanasan. Kami pun istirahat di bawah pohon bambu. Busett.. baru sekali ini offroad panasnya seperti ini. Tidak hanya panas, angin pun pelit abis....

Ngga lama, kami pun jalan lagi. Baru beberapa ratus meter berjalan dihadapkan pada lintasan yang lumayan ekstreem, walaupun tidak ekstreem banget, turunan ke sungai. Ternyata Daru, Anus, Didi ada di sungai. Lagi nunggu, dan motornya Didi sempat mogok. Tidak lama, setelah membersihkan tanah lumpur yang tertinggal di swingarm sedikit mencuci muka di air yang hangat...sakin panasnya, kami pun jalan lagi. Tiba di desa Cisarua, istirahat dan minum. Kebetulan ada warung yang cukup lengkap, termasuk ada es batu. Sueger rek...
Tidak lama, Igor, Eko, Kedel dan Ari muncul. Ilo mejus... orangnya, bukan motornya, dan memilih jalur alternatif dari POS I ke finish.

Kami pun melanjutkan perjalanan sambil foto-foto menjelang POS II, di bawah bendungan Jatiluhur. Setalah makan di POS II, kami pun jalan menuju finish. Jalur sudah tidak ada masalah, besar lumayan buat buka gas abis-abisan.

Secara umum, perjalanan menyenangkan. Disisi lain, door prize ada yang nyangkut, walaupun cuma Daru yang mendapat helm, Ari dapat ban depan Excella dan Didi dapat ban dalam. Lumayan.
Jalur Oke punya, panitia, penunjuk jalan dan semuanya OKE... yang tidak Oke cuma hawa panasnya. Selain itu, pada saat pembagian Doorprize juga ada sedikit keramaian. Sebenarnya munculnya dari para BONTY HUNTER, yang ikut Offroad mengejar hadiah... Mungkin ini yang harus dirubah.. offroad ya offroad, jangan sekedar mencari hadiah...

Monday, April 9, 2007

Mal's Linud 330 Adventure Offroad


Mals dan Linud bikin Adventure Offroad Sabtu tanggal 7 April 2007 kemarin. Lumayan rame, ada sekitar 1700 peserta. Melihat banyaknya peserta, maka Kape'U memutuskan untuk start pertama. Kape'U ada 16 peserta, semuanya dengan seragam kuning hijau, warna kebangsaan Kape'U. Kumpul di Antapani sekitar jam 6, dan kemudian berangkat menuju Cicalengka, tempat start dilaksanakan di Linud 330.


Setelah semua administrasi beres, kami pun menuju start. Start pertama dilakukan jam 9.00. Langsung geber... Kedel dari Kape'U nyodok ke depan. Emang yang rada-rada "debleng" disuruh ke depan, paling tidak finish pertama, buat bawa bendera. Lainnya, biasa ada yang tercecer ada yang mejus ada yang balik lagi.


Rute lumayan menarik. Start dari Linud 330 Cicalengka, langsung menuju ke arah Nagrek. Persis setelah rel kereta api, peserta diarahkan ke sebelah kiri, masuk jalan desa. kondisi jalan masih menarik, relatif besar dan bagus (aspal). Masih bisa geber, kira-kira sekitar 1,5 km. Setelah itu baru masuk jalan setapak, berbatu dan licin. Disini, peserta mulai tercecer. Rombongan terdepan, si Kedel sudah ngga kelihatan. Saya masih sempat ketemu beberapa teman termasuk menunggu Patrick yang ban belakangnya belum dikempeskan. Setelah itu, gas lagi. Licin sih... tapi daripada ketinggalan, paling tidak asal tidak jungkir balik lah.


Setelah beberapa saat di jalan batu, sambutan pertama muncul di tanjakan. Licin, macet karena banyaknya peserta. Jalur sudah mulai terobrak-abrik. Jatuh juga akhirnya karena jalan yang menanjak dan licin. Karena nafsu, gas dibuka, sambil berusaha tetap seimbang. yang terjadi bukan motor ke depan, tapi malah berputar 145 derajat, dan hilang keseimbangan....


Setelah itu, masih lumayan, jalan batu setapak bercampur dengan jalan tanah. Kecepatan masih bisa dikembangkan, jadi bisa melalui beberapa motor yang ada di depan. Saya jalan sendiri selama kira-kira 30 menit, sampai akhirnya ketemu Kapten yang mendampingi Ari. Gas..gas... hajar... maklum Ari masih baru, dan kecepatannya masih 5 km/jam.... SBTDL (Sebatang Dulu) ah sebentar di persimpangan sambil menunggu Patrick, Eko dan Pak Huis.. Ketemu, saya pun nge gas lagi, pol.. nyusul beberapa peserta yang tadinya sudah lewat. Sedikit jauh kelihatan kaos Kuning Hijau, ternyata si Monok... eh... jatuh lagi. Kesusul.. tapi masih dibantu. Setelah itu, gelap.. si Monok ketinggalan. Ngga jauh dari situ, jalur macet lagi. Ada tanjakan yang licin, yang membuat peserta menumpuk. Kelihatan ada Kaos Hijau Kuning Kapten dan Ari. Melihat panjangnya antrean, saya pun lihat kiri kanan. Ada jalan setapak sejajar dengan jalur yang macet. Coba ah... masuk aja ke Jalur setapak itu... nanjak terus keatas sampai ke saung... udah itu ngga ada jalan. Pas mau kembali lagi, ternyata peserta lain juga mengikuti. Akhirnya ya sudah, kagok... potong kompas ke kanan, melalui kebun jagung penduduk.... Pikiran pertama yang melintas adalah, dimarahin oleh penduduk nih... Ternyata benar... baru masuh kira-kira 25 meter ke kebun jagung sudah ada yang mencegat... akhirnya setelah dijelaskan dan kemudian dijanjikan bahwa jagungnya akan dibeli, penduduk tersebut pun kemudian membantu membuka jalan..... raib deh Rp. 100.000,- untuk mengganti kebun jagung.


Tidak jauh dari sana, ketemu tanjakan seribu. Maklum banyak yang harus ditarik ke atas oleh warga dan bayar Rp. 1000,- Ketemu lagi sama Kapten dan Pak Huis... Akhirnya bareng di tanjakan. dari tanjakan tersebut, kita masih disodori turunan dan tanjakan berbentuk V yang kemudian diikuti dengan tanjakan panjang ke arah hutan pinus. Setelah beberapa saat di jalan datar, ketemu lagi turunan yang jalurnya kerap diguyur oleh warga. Buset dah... licin, lumpur. Pokoknya mantap. Sampai dibawah, ketemu perempatan. Dari kejauhan koq ada beberapa orang dengan pakaian Kuning Hijau, ternyata sudah ada Didi "Stones", Yanto "Kolonel" dan Lulu sedang istirahat, kesusul juga nih. Mereka bertiga jalan duluan, saya dan Kapten masih menunggu Pak Huis. Ngobrol dan SBTDL....


Sambil bicara dengan salah satu warga yang kebetulan ada disana, serta ada teman offroader yang membawa kameraman, ternyata jalan sebelah kiri merupakan jalan pintas menuju Cimulu. jalur asli ke depan, atau terus, lumayan masih diputar-putar. Kami pun bergerak lagi bertiga menuju ke depan. Setelah jalan agak lumayan jauh, tiba-tiba pada saat ada persimpangan, saya dan Kapten dihadapkan pada jalan cagak. Ke kiri kelihatan sudah macet, ke kanan lurus, lowong, cuma tidak ada bekas ban. Biasa.... males antri, akhirnya jalur yang dipilih adalah yang lurus, tidak macet, terserah munculnya dimana, gimana nanti.


Benar juga, tidak lama, kami pun sudah keluar ke Kawasan Taman Buru Gunung Kareumbi. Ternyata jalur ke kiri adalah jalur sesat, dibawa masuk ke sungai... ekstrim deh.... Agak nyesel juga ngga ngerasain jalur tersebut, walaupun jadi lumayan menghemat waktu, tenaga dan motor juga. pak Huis yang kemudian tercecer masuk ke jalur sesat itu, dan baru tiba di finish jam 7 malam (saya dan Kapten tiba di finish jam 2 siang). Pertama finish adalah Kedel, jam 1 siang, kemudian saya dan kapten, jam 2 siang. Didi "Stones", Yanto "Kolonel" dan Lulu sekitar jam 3 an, Patrick dan Ari yang motong dari perempatan, singkat buanget, sekitar jam 3 setelah kelompok Didi. Setelah itu masuk Heri di Anak Buah Kapal jam 5 an. Sisanya tercecer.

Si Iwan Hantu Laut, muncul jam 8 malam, dudukan Shock belakang motornya patah (namanya juga Odong-Odong). Si Ndeso Anus dan Monok, sekitar jam 9 malam, dan terakhir adalah "BOSS" Eko... jam 10 malam.


Hadiah, dari 10 motor serta beberapa accesories maupun doorprize lainnya... ngga ada yang nyangkut. Panitia secara umum baik, tetapi setelah ngobrol dengan rekan panitia yang sudah kenal sebelumnya, ternyata ada kesalahan di lapangan, khususnya di jalur ekstrim tadi. Harusnya katanya, peserta menggunakan jalur alternatif apabila sampai di persimpangan terakhir lewat dari jam 2. Akan tetapi karena ngga ada yang jaga, siapa yang tau.... sesat deh.....
Anggota Kape'U to Mal's...
1. Yanto "Kolonel"
2. Ilo "Patrick"
3. Deddy "Dosen"
4. Didi "Stones"
5. Fajar "Kedel"
6. Ananda "Bolu"
7. Indra "Monok"
8. Ari
9. Anus "Ndeso"
10. Heri
11. Iwan "Hantu Laut"
12. Cahyadi
13. Eko
14. Mulyana
15. Kapten
16. Benny "Huis"
Kru Darat....
1. Hadi "Botak"
2. Denny "Black"

Tuesday, March 20, 2007

Tower "Tangkuban Perahu"


Kalau kata orang Sunda, "Nu Amis-Amis" atau mungkin bisa diterjemahkan sebagai sesuatu yang manis-manis. Maksudnya yaitu trek atau jalur yang ringan dan yang lucu. Trek ini juga sebenarnya trek bermasalah, karena harus melalui kawasan Jayagiri, yang sudah kerap dibicarakan akan kerusakannya. Akan tetapi, kemarin Minggu, daripada menjadi masalah, maka kami berangkat melalui Lembang, terus masuk ke jalan Gunung Putri, dan dilanjutkan ke arah Tangkuban Perahu. Pada saat melintasi sisi atas Jayagiri dari Gunung Putri, ternyata tidak ada yang menjaga. Beberapa waktu yang lalu sih ada yang jaga, dan setiap kendaraan yang lewat diharuskan membayar Rp. 3.000,-.


Rombongan berangkat dari kawasan Resort Dago Pakar pada pukul 10.30. Agak siang memang, biasa ada yang bermasalah dengan bangun pagi. Untuk mempersingkat waktu, maka perjalanan dilakukan melalui Dago Bengkok ke arah Medu, belok melalui Pagerwangi dan langsung menuju Lembang. Dari Lembang perjalanan dilanjutkan ke arah Subang. Kira-kira 400 meter dari perempatan pasar Lembang, setelah tapal kuda maka rombongan memilih jalur Gunung Putri.


Karena banyaknya peserta, tiba di Warung di perempatan Jayagiri, waktu sudah menunjukkan pukul 12.00. Maklum ada yang masih baru, langsung Meggie Z (jatuh bangun). Jalur cukup lumayan, apalagi pada musim hujan. Jebakan berupa lumpur dan kubangan menjadi salah satu ciri khas jalur ini. selain itu, pada beberapa jalan mendaki, karena hujan, mau tidak mau, beberapa motor harus dibantu dengan cara di webbing, serta dibantu dorong. Akhirnya, rombongan tiba di sisi kawah Tangkuban Perahu sekitar pukul 16.00.


Setelah foto-foto di tengah kabut, maka rombongan melanjutkan perjalanan pulang melalui Sukawana. Rombongan terpisah dua, sebagian melalui Sukawana, dan sebagian lagi melalui perkebunan teh, masih di areal Perkebunan Sukawana juga. Lumayanlah, licin buangeet, sudah itu menurun lagi.


Setelah minum bandrek (lumayan membantu menghangatkan badan, maklum basah kuyup karena hujan) di depan pom bensin yang terdapat di Jalan Raya Parongpong, rombongan kembali ke Bandung melalui Lembang, Setiabudhi (macetnya minta ampun.... maklum long weekend). Tiba di Bandung, biasa, menyempatkan untuk makan di Surabi Enhaii... dan bubar. Jalan Setiabudhi masih macet parah, akhirnya pilihan dilakukan melalui jalur "trotoar" biar cepat sampe....





Tuesday, March 13, 2007

Curug Bentang



Curug Bentang adalah air terjun yang terdapat di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang. Offroad atau Motoadventure dari Bandung ke Curug Bentang sebenarnya sudah dimulai beberapa tahun silam, seiring dengan pelaksanaan kegiatan Adventure Offroad oleh Trabas. Perjalanan menuju Curug Bentang merupakan perjalanan yang tidak terlalu jauh, akan tetapi memiliki variasi rute yang menarik dan ada beberapa rute yang cukup ekstrem.




Untuk mencapai Curug Bentang, para penggemar motoadventure dapat langsung menuju Lembang dan kemudian ke arah Maribaya. Dari Maribaya, persis di depan tempat parkir mobil, belok ke sebelah kiri memasuki rute Jalan Raya Cicalung. Jalan ini merupakan jalan aspal. Sampai di ujung jalan aspal, maka perjalanan dilakukan dengan sedikit offroad di jalan licin sampai ke Puncak Eurad. 150 meter dari Puncak Eurad, maka perjalanan dilanjutkan dengan offroad menuruni bukit hingga ke desa.


Sampai di desa, dengan menggunakan jalan batu, maka perjalanan dilanjutkan ke arah perkebunan (kalau tidak salah) Tambaksari. Wilayah ini biasanya merupakan tempat istirahat pertama dan mengisi bahan bakar. Setelah berisitirahat dan mengisi bahan bakar, maka perjalanan dilanjutkan ke arah Kp. Banceuy, Desa Sanca yang merupakan salah satu desa adat di kawasan Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang.


Kp. Banceuy menawarkan wisata budaya yang masih belum banyak diekspos seperti Kp. Naga di Garut ataupun Baduy. Posisi Kp. Banceuy agak tersembunyi. Di Kampung Banceuy yang luasnya lebih kurang 40 hektare dan berpenduduk 600 jiwa ini pewarisan nilai-nilai tersebut melalui upacara adat yang hingga kini masih dilaksanakan secara rutin. Ada dua upacara adat di Kampung Banceuy yang gaunya cukup besar, yakni ngabeungkat dan ngaruat lembur atau hajat bumi. Ngabeungkat diselenggarakan pada awal musim hujan, yaitu menyambut datangnya musim hujan sebagai tanda dimulainya bercocok tanam atau menggarap sawah.
Ngabeungkat dilaksanakan di dua tempat, di Solokan (sungai kecil) Eyang Ito dan di Solokan Padalingan. Sasajen (sesaji), seperti tangtang angin (kupat tipis yang bungkusnya terbuat dari daun kelapa), air kembang, dan sebagainya diletakkan di pinggir sungai. Setelah sebelumnya diadakan upacara ritual, kambing sebagai kurban disembelih. Darahnya dibuang ke selokan dan daging kambingnya dibagikan ke masyarakat. Ngabeungkat dimaksudkan untuk ngahuripkeun solokan (memakmurkan sungai), ngahuripkeun sawah, dan ngahuripkeun yang memiliki sawah.


Upacara ruatan lembur atau hajat bumi dilaksanakan pada pertengahan bulan Djulhizah (Rayagung) pada hari Rabu. Ruatan lembur cukup meriah diselenggarakan arak-arakan dengan menampilkan kesenian tradisional, misalnya gembyung, kliningan, dan sebagainya.
Dalam arak-arakan tersebut, konon, terdapat seekor kuda kosong tanpa ada yang menunggangi yang dianggap merupakan tunggangan leluhur. Meski kosong, kuda ini menurut beberapa masyarakat kelihatan sangat kelelahan sekali yang dipercaya seakan-akan kuda itu memang ada yang menunggangi, cuma tidak kelihatan.
Selain kuda kosong, juga terdapat gotongan yang di dalamnya dua buah ikatan padi geugeusan (padai gede) yang didandani seperti manusia. Yang satu menyerupai perempuan mengenakan pakaian serbaputih, satu lagi menyerupai laki-laki di beri bajunya serbahitam. Di depannya terdapat sesaji dan parupuyan (tempat membakar kemenyan).
Padi yang mengenakan baju serba putih melambangkan Dewi Sri Pohaci dan yang serba hitam melambangkan Bujang Sarana. Dalam mitologi Sunda, Dewi Sri Pohaci merupakan Dewi Padi, sementara Bujang Sarana melambangkan harta atau uang.
Upacara ritual dilakukan dengan berziarah ke makam para leluhur, menyembelih seekor kerbau yang dibeli dari hasil swadaya masyarakat, dan menyembelih seekor ayam untuk tumbal lembur (penolak bala kampung) di tempat tertentu yang tidak boleh dilihat oleh sembarang orang. Hanya orang-orang tertentulah yang menyaksikan penyembelihan ayam beserta upacara ritualnya.
Upacara ngaruat lembur dimeriahkan dengan pementasan wayang golek siang malam. Dalang harus yang sudah memiliki kemampuan ngaruat dan cerita yang diangkatnya pun harus cerita pilihan yang biasa dipakai ngaruat.

Tuesday, February 27, 2007

Situ Ciharus Trip



Dimana tuh….? Ciharus terletak di seberang Kamojang. Perjalanan direncanakan dengan rute Bandung – Sapan – Majalaya (masih aspal), terus dari Majalaya mulai naik ke kawasan Kamojang dan offroad sampai dengan Ciharus. Dari Ciharus perjalanan dilanjutkan ke arah Cihawuk, keluar di desa Cihawuk dan kemudian dilanjutkan kembali ke Bandung melalui Pacet, Ciparay dan Bandung.

Perjalanan dimulai dari jam 7.30 pagi. Start dari Sekretariat Kape’U di Jl. Surapati Bandung. Perjalanan dilakukan langsung ke arah Sapan dan Majalaya. Tiba di Majalaya sekitar jam 10, dan langsung naik ke arah Kamojang. Rombongan yang diikuti kurang lebih 16 motor trail ini tiba di Wana Wisata Kamojang sekitar pukul 12.00.

Seperti biasa, menu dasar, indomie rebus pake telur dan cabe rawit disantap di warung yang terdapat di kawasan Wana Wisata Kamojang. Setelah membereskan masalah administrasi termasuk (pembayaran uang masuk) dengan jagawana yang ada di Kamojang yang menyambut baik kedatangan rombongan ini, maka perjalanan diteruskan menuju wilayah PLTU Kamojang.

Di desa tepat di depan wilayah PLTU Kamojang, rombongan mengisi bahan bakar untuk motor trailnya. Hampir sekitar 40 liter dilahap oleh seluruh rombongan.

Rombongan melanjutkan perjalanan menuju Ciharus. Masuk melalui salah satu gerbang kawasan PLTU Kamojang dan menembus punggung bukit. Jalan menanjak dilahap hingga tiba saatnya turunan yang tidak berhenti hingga tiba di Situ Ciharus. Tidak sadar waktu sudah menunjukkan pukul 15.00 sore. Tidak ada apa-apa di Ciharus selain sebuah ketenangan dan keindahan panorama danau di tengah hutan. Ada beberapa pemancing yang sedang memancing dan berasal dari desa yang jaraknya kira-kira 1 jam berjalan kaki.

Setelah istirahat sebentar dan minum kopi panas, maka rombongan kemudian melanjutkan perjalanan ke arah perkebunan Kertasari. Tadinya semua berpikir bahwa tidak ada jalur yang ekstrem, ternyata ada….. Lumayan lah, walaupun cuma ketemu satu. Perjalanan dilanjutkan sampai kemudian keluar di Desa Cihawuk. Saat keluar waktu sudah menunjukkan pukul 18.00. Tidak begitu jauh dari Cihawuk, sebelum Pacet, ditemukan Rumah Makan, hidup NASI……

Secara umum jalur yang dilalui sangat menarik, khususnya pemandangan yang disajikan. Cuma capenya itu. Panjang banget. Variasi jalur sangat lengkap, aspal, batu, tanah hitam, pasir, tanah merah licin (keramik) semuanya ada….

Monday, February 26, 2007

Moto Adventure dan Lingkungan


Sebuah acara di stasiun televisi swasta yang disiarkan beberapa waktu yang lalu dirasakan cukup mengganggu sebuah pakem akan informasi dan seakan-akan justru lebih mendiskreditkan aktivitas luar ruang (outdoor) dengan menggunakan sepeda motor khususnya motor trail, atau yang kemudian sering disebut dengan motoadventure. Penggunaan ungkapan “balapan liar, penggerus gunung, penyebab kerusakan hutan” seakan-akan memang benar telah dilakukan oleh komunitas penggiat olah raga bermotor di alam bebas.
Perbedaan pemikiran kerap terjadi, khususnya mengenai pemahaman tentang permasalahan yang menyangkut aktivitas sehubungan dengan kegiatan itu sendiri. Pertama adalah pemahaman akan kegiatan motoadventure dengan motocross, kedua adalah pemahaman mengenai kegiatan motoadventure dan terakhir adalah pemahaman mengenai kerusakan hutan dan biodiversitas itu sendiri.

Motocross dan Motoadventure
Sebagai awal maka yang harus diperjelas adalah perbedaan antara motoadventure dengan motocross yang ujungnya akan melihat korelasi antara aktivitas motoadventure dengan sebutan istilah balapan liar. Mengutip dari American Heritage Dictionary maka motocross atau yang biasa disingkat dengan MX adalah A cross-country motorcycle race over a closed course of rough terrain with steep hills and sharp curves. Also called scramble. Kata-kata penting yang harus digarisbawahi adalah over a closed course atau dapat diartikan sebagai sirkuit tertutup dan bukan di jalan raya apalagi di hutan maupun jalan desa. Lantar, apakah penggunaan istilah balapan liar itu tepat? Jelas tidak. Kegiatan motocross, termasuk di dalamnya adalah kegiatan grasstrack adalah kegiatan didalam sirkuit dan dilaksanakan dengan semangat kompetisi untuk menaklukkan lawan dan menjadi yang tercepat. Sebagai imbalan, maka pembalap diberikan kompensasi berupa hadiah dalam bentuk uang dan piala serta memperoleh angka yang dikumulasikan untuk menentukan seeded atau tingkatan pembalap secara keseluruhan.
Berbeda dengan motocross, maka motoadventure bukan dilaksanakan di sirkuit tertutup. Sebutan adventure dirasakan tepat, oleh karena penggiat kegiatan ini cenderung berpetualang dengan menggunakan sepeda motor trail (ataupun rubahan) melalui jalan setapak (jalan air, jalan desa maupun lainnya) dan dilakukan bukan sebagai kompetisi akan tetapi sebagai sebuah bentuk petualangan. Sebagai akibatnya, maka kegiatan motoadventure tidak akan memperoleh hadiah, paling banter dalam event-event tertentu adalah doorprize.
Bagaimana dengan kecepatan dalam melakukan kedua aktivitas diatas? Motocross yang dilakukan di sirkuit tertutup dengan semangat kompetisi dilakukan dengan kecepatan tinggi, oleh karena itu maka mesin untuk sepeda motor yang digunakan untuk kegiatan motocross juga didesain untuk dapat dipacu secepat mungkin, bahkan melompat tinggi karena dilengkapi dengan suspensi yang sesuai. Berbeda dengan kegiatan motoadventure, maka yang dibutuhkan adalah tenaga serta kendaraan yang tidak terlalu tinggi (kaki harus menapak) untuk dapat menjaga keseimbangan. Kecepatan pada sepeda motor untuk kegiatan adventure rata-rata tidak terlalu tinggi, karena pada umumnya menggunakan mesin standard pabrik dengan sedikit modifikasi.

Aktivitas Motoadventure
Kedua adalah mengenai aktivitas kegiatan motoadventure itu sendiri. Motoadventure jelas dilaksanakan dengan memanfaatkan lingkungan yang ada untuk dapat dijelajahi dengan kendaraan bermotor roda dua. Penggiat kegiatan motoadventure terdiri dari tua maupun muda dan kegiatan dilaksanakan untuk menaklukkan tantangan yang tersedia di jalur yang dilintasi dengan semangat kebersamaan, dan bukan semangat kompetisi.
Tantangan yang dihadapi adalah tantangan yang tersedia di jalur yang dilalui, seperti misalnya turunan atau tanjakan yang curam, jalan yang licin dan berlumpur, sungai, pepohonan baik yang besar maupun yang kecil yang terdapat disisi jalur dengan tidak merubah atau merusaknya. Untuk mendukung hal ini, maka para penggiat kegiatan motoadventure biasanya melaksanakan aktivitasnya dengan berkelompok serta melengkapi diri dengan beberapa peralatan standar untuk memperbaiki kerusakan kendaraan, menambal ban serta webbing untuk menarik kendaraan yang rusak.
Rupa jalur pada umumnya adalah jalan setapak yang memang sudah tersedia. Jalur berupa jalan setapak pada umumnya adalah jalur yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk mencari kayu, sebagai jalan pintas menuju wilayah lain, jalur air maupun jalur menuju ke kebun atau lahan pertanian masyarakat. Pembukaan jalur baru diluar dari jalur yang sudah ada jarang bahkan tidak pernah dilakukan disebabkan keterbatasan peralatan dan faktor resiko atau bahaya yang mungkin terjadi. Jelas bahwa dengan cara ini, jalur yang relatif tetap dan tidak seimbang dengan meningkatnya penggemar kegiatan motoadventure maka tidak jarang pada musim penghujan, jalur jalan yang tersedia menjadi semakin dalam sebagai akibat penggerusan dari ban sepeda motor itu sendiri.
Sebagian besar offroader umumnya sudah memahami tehnik mengendarai kendaraan di lingkungan basah. Mengurangi kerusakan jalur dapat dilakukan dengan tidak memaksakan roda kendaraan berputar cepat pada saat kendaraan tidak dapat melaju yang disebabkan jalur yang licin. Bantuan tenaga manusia dengan mendorong kendaraan supaya maju pada putaran mesin yang rendah juga sudah diterapkan. Akan tetapi dengan semakin meningkatnya penggiat motoadventure, maka penerapan teknik diatas terkadang tidak dipahami sepenuhnya oleh sebagian kecil offroader yang kemudian akan memaksakan kendaraan yang ditungganginya untuk dipacu pada putaran tinggi dan menyebabkan kerusakan jalur.

Pengelolaan Hutan
Ketiga adalah menyangkut pengelolaan hutan yang kerap bersinggungan dengan para penggiat kegiatan motoadventure. Sebagai contoh adalah Gunung Tangkuban Perahu yang disebut sebagai kawasan konservasi sesuai dengan apa yang disiarkan pada acara di stasiun televisi beberapa waktu yang lalu. Untuk tidak mengecoh pemahaman publik tentang masalah hutan, maka perlu dipahami berbagai peraturan dan produk hukum tentang pengelolaan hutan sebagai berikut.
Berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan kita mengenal mengenai hutan dan klasifikasinya yang dilakukan berdasarkan fungsi pokok atas:
1. Hutan konservasi
2. Hutan lindung, dan
3. Hutan produksi
Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. terdiri dari :
1. kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan,
2. kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, dan
3. taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.
Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dikenal kawasan konservasi dan klasifikasinya yaitu:
Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan, yang mencakup :
1. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
2. Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
Gunung Tangkuban Perahu adalah Cagar Alam dan Taman Wisata Tangkuban Perahu ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 528/Kpts/Um/9/1974 tanggal 3 September 1974 seluas 1.290 hektar untuk Cagar Alam dan 370 hektar untuk Taman Wisata yang terletak di Kecamatan Sagala Herang, Kabupaten Subang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Sebagai kawasan Cagar Alam maka di kawasan Gn. Tangkuban Perahu dilarang untuk:
1. Melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan
2. Memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan
3. Memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan
4. Menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan, atau
5. Mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa
Larangan juga berlaku terhadap kegiatan yang dianggap sebagai tindakan permulaan yang berkibat pada perubahan keutuhan kawasan, seperti :
1. Memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan, atau
2. Membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut, menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan.
Melihat kondisi diatas, maka agak sedikit sulit dijelaskan larangan kepada pengendara sepeda motor sehubungan dengan berbagai larangan sesuai dengan aturan-aturan diatas. Kalaupun ada, atau dipaksakan ada, maka aturan yang mungkin berhubungan adalah menggali atau membuat lubang, mengubah bentang alam atau membawa alat yang lazim digunakan untuk merusak satwa dan tumbuhan. Akhirnya aturan yang ada sama sekali tidak secara langsung berhubungan dengan kegiatan motoadventure, malah seakan-akan lawakan dari paksaan sebuah aturan.

Alternatif Solusi Motoadventure dan Lingkungan
Lantas, bagaimana hubungan antara kegiatan motoadventure dengan pengelolaan hutan, khususnya kawasan Tangkuban Perahu?
Ketiadaan informasi sebagai kurangnya sosialisasi tentang batas-batas hutan dan zonasi merupakan sebuah alasan ketidaktahuan masyarakat temasuk penggemar motoadventure terhadap kawasan hutan Gunung Tangkuban Perahu. Disisi lain, pembangunan yang dilaksanakan dari mulai jalan masuk hingga kawasan wisata Tangkuban Perahu juga menjadi sebuah gambaran tumpang tindihnya peraturan serta kewenangan pengelolaan antara BKSDA, Perhutani dan Pemerintah Daerah.
Tumpang tindihnya peraturan ini juga terlihat pada saat wawancara antara team dari televisi swasta dengan salah satu petugas BKSDA, yang jelas menyatakan bahwa banyaknya jalan masuk menuju ke Gunung Tangkuban Perahu khususnya melalui area Perhutani dan dipungut bayaran oleh Perhutani.
Menyalahkan aktivitas motoadventure dan melarang kegiatan motoadventure bukan merupakan solusi. Kurangnya tenaga pengawas, lemahnya pelaksanaan sosialisasi serta tidak terintegrasinya sebuah pola pengembangan program juga adalah sebuah masalah yang secara internal harus mampu diselesaikan oleh seluruh pihak-pihak yang saling berkepentingan.
Kerusakan jalur yang terjadi akibat penggerusan ban sepeda motor dapat ditanggulangi melalui pelaksanaan kerjasama antara pengelola atau penanggungjawab kawasan Gunung tangkuban Perahu dengan klub-klub motor yang kerap melalui lintasan tersebut. Kerjasama dilakukan untuk memberikan pemahaman mengenai dampak dari kerusakan jalur dan cara penyelesaian masalah. Beberapa alternatif solusi yang dianggap lebih baik dapat dilakukan dengan cara:
1. Pembangunan pos di kawasan Cagar Alam yang kemudian menerapkan sistem yang sama dengan yang diterapkan Perhutani untuk kemudian dengan memanfaatkan masyarakat sekitar ikut memelihara lintasan atau jalur yang ada. Secara tidak langsung, kegiatan ini juga akan ikut memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitar dan tidak kemudian ikut serta melakukan pembalakan hutan.
2. Membangun jalur baru yang tidak atau meminimalisasi persinggungan dengan kawasan cagar alam.
3. Kerjasama pengawasan biodiversity bersama beberapa klub motor trail di kota Bandung dan sekitarnya untuk meningkatkan mobilitas pengawasan itu sendiri,
4. Merancang sebuah bentuk pariwisata alternative melalui kegiatan bermotor seperti yang sudah banyak dikembangkan di negara-negara lain seperti:
a. Northern California National Forest
b. Bokor National Park, Kamboja
c. Cotopaxi National Park, Ecuador
d. Kakadu National Park, Darwin, Australia
5. Merancang, menetapkan dan melakukan sosialisasi mengenai etika dalam melaksanakan kegiatan motoadventure.
Solusi diatas adalah merupakan sebuah perumpamaan alternatif yang harus dibangun dengan cara duduk bersama untuk mencapai saling pengertian dan upaya pemecahan masalah tanpa saling menyalahkan antara yang satu dengan yang lain.

What is Moto Adventure

Motoadventure is an activity which is different with Motocross. From Wikipedia, Motocross (often shortened to MX or MotoX) is a form of motorcycle sport or all-terrain vehicle racing held on enclosed off-road circuits. Motocross is derived from the French, and traces its origins to British Scrambling competitions. The name "motocross" is a contraction derived from the words "Motorcycle" and "Cross Country". However, Motoadventure is an activity by using motorcycle that is comprised of risky or uncertain experiences that are undertaken at least in part for the sake of physical or emotional excitement. The term is more popularly used in reference to physical activities by motorcycle that have some potential for danger.

The Route

In doing this activity, most of groups have to passed several types of area, such as jungle, farmland, mountain, river, beach, villages, etc. As a result, there are positive and negative impact from motoadventure activities. Several favourite routes in Bandung are:
- Oray Tapa - Palintang
- Majalaya - Kamojang - Ciharus
- Jayagiri - Tangkuban Parahu
- Sukawana - Situ Lembang
- etc